Hukum Mengamalkan Hadits Dlaif

1 min read

Hukum Mengamalkan Hadits Dlaif

Bismillahir rahmanir rahim

Pertanyaan:

Kami mohon penjelasan yang kongkrit mengenai hadis dlaif dan hukum mengamalkannya. Sebab kami sering mendapatkan teguran dari teman-teman kami, bahwa apa yang telah kami lakukan konon bersumber dari hadits yang dlaif dan tidak boleh dilakukan, seperti talqin mayit dan sebagainya. Benarkah hal itu? Ahmad Syukron, Sby.

Jawaban:

Saat ini sedang marak kelompok tertentu yang tidak mau mengamalkan hadits dlaif, padahal sejak dahulu para ulama ahli hadis menerima hadis dlaif untuk diamalkan dalam masalah keutamaan amal.

Sebuah hadits dikategorikan menjadi dlaif dikarenakan dua faktor, yaitu dakhili / internal, kedlaifan dalam diri perawi (seperti lemah ingatannya, tidak diketahui perilaku dan sebagainya) atau faktor khoriji / eksternal, berupa terputusnya sanad (mata rantai para perawi yang menghubungkan hadis sampai pada Nabi Saw).

Ahli hadis Ibnu Hajar mengutip pendapat ulama yang telah dijadikan kesepakatan, yaitu:

وقد ثبت عن الإمام أحمد وغيره من الأئمة أنهم قالوا إذا روينا في الحلال والحرام شددنا وإذا روينا في الفضائل ونحوها تساهلنا (القول المسدد فى الذب عن المسند للحافظ أحمد بن على بن حجر – ج ١/ ص ١١)

ويحكى عن عبد الرحمن بن مهدى إنه قال : إذا روينا فى الثواب والعقاب وفضائل الأعمال تساهلنا الأسانيد وتسامحنا فى الرجال وإذا روينا فى الحلال والحرام والأحكام تشددنا فى الأسانيد وانتقدنا فى الرجال (دلائل النبوة للبيهقى ١ – ٣٤)

“Imam Ahmad dan Imam yang lain (seperti Ibnu Mubarak) berkata: Jika kami meriwayatkan hadits tentang halal-haram (hukum), maka kami sangat selektif (dalam hal sanad), dan jika kami meriwayatkan hadits yang berkaitan dengan keutamaan-keutamaan, maka kami tidak begitu selektif (tetapi tidak sampai pada taraf hadis palsu)” (Ibnu Hajar, al Qaul al Musaddad I/11, dan al Baihaqi, Dalail an Nubuwwah I/34)

Al-Hafidz as-Sakhawi berkata:

فقد روينا من طريق عبد الله بن أحمد بالاسناد الصحيح إليه قال سمعت أبي يقول لا تكاد ترى أحدا ينظر في الرأي إلا وفي قلبه غل والحديث الضعيف أحب إلي من الرأي (فتح المغيث – ج ١/ ص ٨٢)

“Kami benar-benar meriwayatkan melalui Abdullah bin Ahmad dengan sanad sahih yang sampai kepadanya, Abdullah berkata: Saya mendengar bahwa bapak saya berkata: Tidaklah kamu temukan seseorang perpandangan dengan sebuah pendapat kecuali di dalam hatinya ada dendam/khianat. Hadits dlaif lebih saya senangi daripada hasil pendapat” (Fath al-Mughits 1/82)

Namun beberapa syarat dalam mengamalkan hadits dlaif.

و شرط جواز العمل به : أن لا يشتد ضعفه ، بأن لا يخلو طريق من طرقه من كذاب أو متهم بالكذب، وأن يكون داخلا تحت أصل كلي كما إذا ورد حديث ضعيف بصلاة ركعتين بعد الزوال مثلا، فإنه يعمل به لدخوله تحت أصلي كلي ؛ وهو قوله صلى الله عليه وسلم “الصلاة خير موضوع، فمن استطاع أن يستكثر فليستكثر” رواه الطبراني في الأوسط عن أبي هريرة، أي خير شيء وضعه الله تعالى (شرح الأربعين النووية في الأحاديث الصحيحة النبوية لابن دقيق العيد – ج ١/ ص ٤

“1. bukan hadits yang sangat dlaif .2. Memiliki kesesuaian dengan dalil yang lain (tidak bertentangan dengan dalil lain)”

Ulama yang lain menambahkan syarat lain: “3. Terkait dengan keutamaan ibadah (bukan masalah hukum). 4. Dilakukan dalam rangka ihtiyath (berhati-hati). Jika semua syarat terpenuhi maka boleh mengamalkan hadits dlaif.

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin

_______________

Sumber : Buku yang berjudul “Jawaban Amaliyah & Ibadah yang dituduh Bid’ah, sesat, kafir dan syirik”

Penulis : KH. Ma’ruf Khozin

_______________

Ubaidillah Fadhil Rohman

Mengenai hukum membaca al qur an di kuburan baca di : https://www.mqnaswa.id/baca-al-quran-di-kuburan/

Baca juga : https://islam.nu.or.id/post/read/129155/hikmah-adanya-karomah-para-wali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *