Karomah Sa’ad bin Abi Waqqash yang do’anya selalu diijabah.
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Para sahabat Nabi diberi kemuliaan yang tinggi oleh Allah ta’ala. Kemuliaan itu adakalanya diwujudkan oleh Allah dengan karomah, yakni kemuliaan yang terwujud dalam kejadian kejadian yang bisa disaksikan/ diamati oleh manusia lainnya. Banyak sekali kisah tentang karomah sahabat Nabi.
Baca Kisah dan Karomah sahabat- sahabat Nabi, di antaranya : Abu Bakar Ash-Shiddiq https://www.mqnaswa.id/mimpi-abu-bakar-shiddiq-melihat-rasul-di-padang-mahsyar/ dan https://www.mqnaswa.id/karomah-khulafa-ur-rasyidin-1-karomah-sayidina-abu-bakar-ash-shiddiq/.
Karomah Sayidina ‘Umar : https://www.mqnaswa.id/mencambuk-bumi-menyurati-sungai/
Dan yang akan kita kisahkan adalah Karomah Sayidina Sa’ad bin Abi Waqqash
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anh adalah sahabat Nabi yang mulia. Ia mendapat kemuliaan yang besar di sisi Allah, baik karena menjadi sahabat Rasul yang setia maupun sebab ketakwaannya yang tinggi. Sehingga ia menjadi orang yang mustajab do’anya. Terbukti apa yang dikatakannya. Ini adalah berkah do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuknya :
أَللّٰهُمَّ سَدِّدْ سَهْمَهٗ وَأَجِبْ دَعْوَتَهٗ
“Ya Allah, tepatkan lah anak panahnya dan kabulkanlah do’anya”
Beliau memang dikenal sebagai prajurit tangguh pilih tanding. Panglima perang yang hebat, dan sejak mendapat do’a ini, tidaklah Sa’ad berdo’a kecuali Allah ta’ala mengijabahnya. Bahkan para sahabat mengetahui hal itu.
Dikisahkan, pada tahun 16 H, di masa Sayidina Umar bin Khattab, Sa’ad bin Abi Waqqash terlibat dalam perang Qadisiyah. Sebuah perang besar melawan tentara Romawi di bawah pimpinan Rustam bin Jazawaih. Perang yang berkecamuk 4 hari itu berakhir dengan lenyapnya imperium Romawi.
Namun, pada perang tersebut, Sa’ad bin Abi Waqqash tidak dapat turut berperang dengan sebenarnya, karena ia menderita luka yang membuat beliau kesulitan dan tak mampu berkuda. Maka beliau hanya bisa duduk sambil ikut mengawasi orang-orang yang ikut berperang.
Melihat kondisi beliau yang hanya seperti seorang “pengawas” perang, seorang penyair mengata ngatai beliau dengan kata kata yang tidak pantas dan menyakitkan. Mulut jahil itu terus mengucapkan kata kata tidak pantas kepada Saad bin Abi Waqqash, sehingga beliau mengangkat tangan dan berdo’a, “Ya Allah, hindarkanlah kami dari keburukan lisan dan tangannya”. Seketika, mulut penyair itu gagu, dan tangannya lunglai.
Sa’ad bin Abi Waqqash pernah ditugaskan oleh khalifah Umar bin Khattab untuk menjadi wali kota Kufah. Namun pada beberapa waktu kemudian, Sayidina Umar mencopot beliau dari jabatannya. Sayidina Umar memberhentikan Sa’ad karena pengaduan dari beberapa penduduknya yang mungkin terprovokasi oleh segelintir orang.
Mengapa Sayidina Umar tetap memberhentikan Sa’ad ?
Pertama, untuk menjaga marwah Sahabat. Jangan sampai sahabat Nabi mendapat cemoohan penduduk karena dikira mencintai jabatan. Sayidina Umar yakin pejabat yang ditunjuknya adalah orang yang adil. Maka kelak akan terbukti untuk penduduk itu sendiri kesalahan yang mereka lakukan. Lagi pula, Sayidina umar pernah berujar, siapa pun yang mendapat pengaduan dari warga yang tidak puas, maka akan dilepas jabatannya oleh khalifah.
Kedua, Sayidina Umar yakin, sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash bukan orang-orang yang tamak akan harta dan jabatan duniawi. Bahkan mereka sering bersyukur ketika tidak mendapatkan amanah jabatan, karena mereka benar benar meyakini hisab perhitungan yang menghadang mereka menuju syurga untuk berkumpul bersama Sang Panutan, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Namun Sayidina Umar tetap melakukan investigasi. Ketika penduduk Kufah ditanyai tentang Sa’ad, mereka malah kebanyakan memuji Sa’ad. Kecuali beberapa orang saja. Saat investigasi berlangsung, Sahabat Sa’ad tidak mau keluar, beliau hanyak berdiam di dalam masjid. Hingga beberapa yang tidak suka itu masuk ke dalam masjid.
Juru bicaranya yang bernama Abu Sa’dah berdiri sambil berkata dengan keras, “Yang kami adukan kepada khalifah tentang Sa’ad adalah, ia tidak pernah ikut rombongan perang lagi. Ia hanya duduk di istana. Ia pun tidak adil dalam memutuskan perkara”.
Mendengar ucapan Abu Sa’dah, sahabat Sa’ad menjawab, “Sungguh aku mendoakanmu dengan tiga perkara : Ya Allah, jika hambaMu (Abu Sa’dah) ini berkata dusta, ia berlagak seperti memamerkan intrik politiknya untuk meraih kedudukan dengan membanggakan diri, maka panjangkanlah umurnya, buatlah ia terbenam dalam kefakiran, serta jadikanlah harga dirinya sebagai ajang fitnah (cobaan) untuknya”.
Ternyata kelak Abu Sa’dah memang berumur sangat panjang. Hingga tubuhnya sangat renta. Sampai sampai alis matanya menutupi kedua matanya. Ia hidup dalam kemiskinan yang panjang, hingga ia sering menjadi cemoohan anak anak di Kufah. Setelah penderitaannya yang panjang, ia kemudian mengakui, “Aku adalah seorang tua renta yang kualat karena do’a sahabat Nabi Sa’ad bin Abi Waqqash”.
Bersambung pada kisah “Penghina sahabat Nabi diterjang karomah Doa Sa’ad bin Abi Waqqash di : https://www.mqnaswa.id/kualat-sebab-menghina-sahabat-karomah-saad-bag-2/
Wallaahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘alamiin
Kertanegara, Rabu Pahing, 4 September 2019 M / 4 Muharram 1441 H
Wawan Setiawan
Sumber : Sumber : Syaikh Muhammad Mahfudz Termas, Bughyatul Adzkiya (terj)