Keluarga Sebelum datangnya Islam

2 min read

Keluarga sebelum datangnya Islam sama sekali tidak menggambarkan sebuah keluarga. Karena tidak ada ikatan kasih sayang di antara unsur-unsur yang ada di dalamnya. Bahkan keadaan para wanita sangat buruk sekali. Berikut penjelasannya.

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Pengajian Kitab Adabul Islam fi Nidhomil Usroh Ke-2

اَلْأُسْرَةُ فِيْمَا قَبْلَ الْإِسْلَامِ

كَانَتِ الْأُسْرَةُ فِيْمَا قَبْلَ الْإِسْلَامِ مُشَتِتَةَ الْعَنَاصِرِ، مُتَقَاطِعَةَ الْأَوَاصِرِ، لَا يَصِلُهَا رَحِمٌ، وَلَا تَشْفَعُ لَهَا قَرَابَةٌ. قَدْ خِيْمَ عَلَيْهَا الْحِقْدُ وَالتَّدَابُرُ وَالْبَغْضَاءُ وَالتَّنَاحُرُ. لَا تُعْرَفُ لِلْمَرْأَةِ قِيْمَةٌ وَلَا تُحْفَظُ لَهَا كَرَامَةٌ.

Keluarga Sebelum (datangnya) Islam

Keluarga sebelum datangnya Islam adalah keluarga yang tercerai berai unsur-unsurnya, terputus-putus hubungannya. Tidak disambungkan oleh ruh kasih sayang di dalamnya, dan tidak ditopang oleh rasa kekerabatan. Kekeluargaan pada masa itu ditutupi rasa dengki, saling berpaling, saling benci dan saling bermusuhan. Wanita tidak ada nilainya, dan tidak memiliki kemuliaan.

فَمَثَلًا كَانَتِ الْمَرْأَةُ عِنْدَ الْأَثِيْنِيِّيْنَ تُعْتَبَرُ مِنْ سَقَطِ الْمَتَاعِ، حَتَّى إنَّهَا كَانَتْ تُبَاعُ وَتُشْتَرَى فِى الْأَسْوَاقِ. قَدْ قُضِيَ عَلَيْهَا بِالْعُبُوْدِيَّةِ وَالْإِذْلَالِ. وَكَذَالِكَ هِيَ فِى شَرَائِعِ الْهِنْدِ الْقَدِيْمَةِ.

Misalnya. Perempuan dalam peradaban Yunani kuno, hanya diibaratkan barang-barang bekas saja. Sehingga mereka biasa dijual belikan di pasar pasar. Mereka ditetapkan dalam perbudakan dan kehinaan. Demikian juga keadaan wanita dalam syari’at (aturan) agama Hindu yang awal.

وَكَانَتْ عِنْدَ بَعْضِ الْأُمَمِ الْأَوْرُوْبِيَّةِ. لَيْسَتْ لَهَا حُقُوْقٌ شَخْصِيَّةٌ فِى الْمِلْكِ. وَإِنَّمَا خُلِقَتْ لِخِدْمَةِ الرَّجُلِ. فَلَا حَقَّ لَهَا فِى تَمَلُّكِ مَلَابِسِهَا، وَلَا فِى الْأَمْوَالِ الَّتِى تَكْتَسِبُهَا بِعَرَقِ الْجَبِيْنِ.

Keadaan wanita di sebagian masyarakat Eropa (tidak lebih baik dari di tempat lainnya). Mereka tidak punya hak milik. Wanita dianggap hanya diciptakan sebagai pelayan/ budak bagi laki-laki. Maka mereka tidak punya hak milik atas pakaian yang mereka kenakan sekalipun. Bahkan harta yang mereka hasilkan dari keringat mereka, tetap bukan milik mereka sendiri. (Melainkan menjadi milik ayahnya. Jika sudah bersuami maka menjadi milik suaminya).

أَمَّا عِنْدَ الْعَرَبِ، فَقَدْ كَانَتْ مُمْتَهَنَةً جِدًّا، حَتَّى إِنَّ بَعْضَ الْعَرَبِ كَانَ يَئِدُ الْبَنَاتِ. كَمَا قَالَ تَعَالَى ﴿وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا وَّهُوَ كَظِيْمٌ. يَتَوَارٰى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوْءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦ أَيُمْسِكُهُۥ عَلٰى هُوْنٍ أَمْ يَدُسُّهُۥ فِي التُّرَابِ أَلَا سَآءَ مَا يَحْكُمُوْنَ﴾ النَّحلْ ⁄ ١٦ : ٥٨–٥٩

Adapun keadaan para wanita di dalam bangsa Arab sangat hina sekali. Sehingga sebagian bangsa Arab mengubur anak-anak perempuan mereka (hidup hidup). (Karena anak perempuan tidak dianggap sebagai anugerah, tapi aib/ cela/ kehinaan).

Hal ini disebutkan dalam firman Allah ta’ala :

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.

Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”

(QS. An-Nahl/16 : 58-59)

وَكَانُوْا لَا يُوَرِّثُوْنَ النِّسَاءَ وَالصِّبْيَانَ مِنْ أَبْنَاءِ الْمَيِّتِ. وَإنَّمَا يُوَرِّثُوْنَ مَنْ يُلَاقِى الْعَدُوَّ وَيُقَاتِلُ فِى الْحُرُوْبِ.

وَكَانَتِ الْعَرَبُ تَرِثُ النِّسَاءَ كَرْهًا بِأَنْ يَجِيْئَ الْوَارِثُ وَيُلْقِي ثَوْبَهُ عَلَى زَوْجِ مُوَرِّثِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ وَرِثْتُهَا كَمَا وَرِثْتُ مَالَهُ فَيَكُوْنُ أَحَقُّ بِهَا مِنْ نَفْسِهَا. وَكَانَ بَعْضُ الْعَرَبِ يُكْرِهُوْنَ إِمَاءَهُمْ عَلَى الْبِغَاءِ لِيَكْسِبْنَ لَهُمْ مَالًا. وَكَانَ بَعْضُ الْعَرَبِ يَرِثُوْنَ زَوْجَاتِ أَبِيْهِمْ فِى جُمْلَةِ الْمَتَاعِ فَيُصْبِحْنَ زَوْجَاتٍ لِلْأَوْلَادِ.

Sebagian bangsa Arab tidak memberikan hal waris kepada perempuan dan anak-anak. Mereka hanya memberi hak waris kepada orang yang bisa “bertemu dengan musuh” dan “membunuh dalam peperangan-peperangan” (yakni laki-laki dewasa yang bisa mengikuti perang saja).

(Lebih buruk lagi), sebagian bangsa Arab mewarisi perempuan dengan paksa. (Jika ada seorang laki-laki yang meninggal), datanglah (kerabat) yang menjadi ahli warisnya. Ia melemparkan baju kepada suami perempuan itu seraya berkata, “Aku mewarisi perempuan ini, sebagaimana aku mewarisi harta (suami)nya. (Maka perempuan itu milik kerabatnya, seperti barang-barang warisan lainnya). Jadi, orang itu lebih berhak terhadap wanita, dibandingkan diri wanita itu sendiri. (Wanita sama sekali tidak berhak terhadap dirinya sendiri).

Sebagian bangsa Arab, memaksa budak-budak wanita yang masih muda untuk melacur, supaya menghasilkan uang dan diserahkan kepada majikannya. Bahkan (yang paling menjijikan), seorang anak mewarisi isteri-isteri dari ayahnya, seperti sejumlah harta-harta warisan, sehingga mereka (isteri sang ayah) kemudian menjadi isteri-isteri mereka sendiri.

هَذِهِ أَنْظِمَةُ الْأُسْرَةِ الْفَاسِدَةِ قَبْلَ الْإِسْلَامِ. ثُمَّ جَاءَ الْإِسْلَامُ فَأَعْطَى الْمَرْأَةَ حُقُوْقَهَا عَلَى ضَوْءِ الْعَدْلِ، وَجَعَلَهَا أَسَاسًا فِى الْأُسْرَةِ الْإِنْسَانِيَّةِ، وَاعْتَنَى بِهَا وَصَانَهَا وَحَافَظَ عَلَى كَرَمَاتِهَا، وَبَوَّأَهَا مِنَ الْمَكَانَةِ الْمَنْزِلَةَ اللَّائِقَةَ بِحَالِهَا. وَشَرَعَ تُوْرِيْثُهَا وَبَيَّنَ حُقُوْقَهَا. فَقَالَ تَعَالَى ﴿لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُوْنَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا﴾ النِّسَاءْ ⁄ ٤ : ٧

Inilah struktur keluarga yang rusak sebelum (datangnya) Islam. Kemudian datanglah Islam yang memberikan hak-hak kepada wanita di atas dasar cahaya keadilan. Bahkan menjadikan wanita sebagai asas (dasar/ pondasi) dalam keluarga dan kemanusiaan.

Islam memberikan perhatian, perlindungan dan menjaga kemuliaan mereka. Islam menyediakan tempat untuk mereka yang sesuai dengan keaadaan jiwa raga mereka.

Islam mensyari’atkan warisan untuk mereka (para wanita) dan menetapkan hak-hak mereka dalam perkara waris, sebagaimana firman Allah ta’ala :

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”
(QS. An-Nisa/4 : 7).

 

كَمَا حَرَّمَ الْإِسْلَامُ إِرْثَ النِّسَاءِ كَرءهًا فَقَالَ تَعَالَى ﴿يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًا﴾. اَلْاَيَةْ. النِّسَاءْ ⁄ ٤ : ١٩

Islam pun mengharamkan “pewarisan wanita” (wanita menjadi harta waris) secara paksa, sebagaimana firman Allah ta’ala :

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai (menjadikan) wanita (sebagai harta waris) dengan jalan paksa”
QS. An-Nisa/4 : 19

(Maksudnya, meskipun mereka sukarela, tetap tidak boleh dan haram menjadikan wanita sebagai warisan. Mengapa ayat tersebut menambahi kata “terpaksa”. Ini untuk mengungkap keadaan masa lalu. Bahwa masyarakat Arab sering memaksa menjadikan wanita sebagai warisan, sedangkan mereka tak berdaya).

كَمَا حَرَّمَ الْإِسْلَامُ إِكْرَاهَ الْإِمَاءَ عَلَى الْبِغَاءِ. فَقَالَ تَعَالَى ﴿وَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَآءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا.﴾ اَلْاَيَةْ. النُّورْ ⁄ ٢٤ : ٣٣

Islam pun mengharamkan memaksa budak-budak wanita untuk melacur, sebagaimana firman Allah ta’ala :

“Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi.”
QS. An-Nur/33 : 24

(Maksudnya, sama dengan di atas. Meskipun budak budak tersebut sukarela, tetap haram hukumnya. Karena pelacuran (zina) itu termasuk dosa besar)

كَمَا نَهَى عَنْ نِكَاحِ زَوْجَاتِ الْأَبَاءِ بِأُسْلُوْبٍ مُنَفِّرٍ عَنْ هَذِهِ الْجَرِيْمَةِ.  فَقَالَ تَعَالَى : ﴿وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاؤُكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُۥ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًا وَسَآءَ سَبِيْلًا﴾. النِّسَاءْ ⁄ ٤ : ٢٢

Islam pun mengharamkan menikahi isteri-isteri dari ayah (ibu kandung atau ibu tiri) dengan menggunakan uslub (gaya bahasa) yang membuat kita seharusnya jijik, lari dan takut dari kejahatan ini, sebagaimana firman Allah ta’ala :

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu fahisyah (menjijikan) dan maqta (sangat dibenci Allah) dan saa-a sabiilaa (seburuk-buruk jalan/ cara hidup). ”
QS. An-Nur/33 : 24

Baca pengajian sebelumnya di : https://www.mqnaswa.id/adab-islam-mewujudkan-keharmonisan-keluarga/

Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, MQNaswa
Sabtu, 11 November 2021

Wawan St

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *