Manusia sebagai Makhluk Terbaik, Mengapa ?

2 min read

Pengajian Kitab Lathaifuth Thaharah bagian ke-16, tentang hakikat manusia sebagai makhluk terbaik (Khorul Bariyyah)

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Pada pengajian pengajian sebelumnya, dijelaskan beberapa hal yang menjadikan manusia sebagai makhluk terbaik/ termulia, mengungguli seluruh makhluk Allah dari batuan (jamadiyah), tumbuhan (nabaitiyah) dan hewan (hayawaniyah). Lebih lanjut baca kembali pengajiannya di : https://www.mqnaswa.id/hakikat-shalat-2-ibadahnya-seluruh-makhluk-allah/

Kemudian pada artikel selanjutnya, yakni di :  https://www.mqnaswa.id/hakikat-shalat-3-shalat-sebagai-mirajul-mukminin/  dijelaskan alasan mengapa manusia sebagai makhluk terbaik yang mengungguli pula dari sekalian para malaikat. Maka kali ini kita melanjutkan pembahasan berikutnya, mengapa manusia mendapat predikat makhluk yang terbaik. Apa sebab/ alasannya dan bagaimana syaratnya.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, manusia itu sifatnya mengikuti apa yang ia ikuti. Terkadang ia menjadi seperti setan. Ia juga bisa menjadi seperti hewan atau seperti malaikat. Ia bisa menjadi nurani (memiliki sifat cahaya), ia juga bisa menjadi dhulmani (memiliki sifat kegelapan). Tapi, sebenarnya, asal kejadian/ penciptaan manusia adalah dalam keadaan fithrah/ suci. Yakni, asal penciptaan manusia itu memiliki potensi makrifah dan ibadah. Hati manusia pun fithrah / suci, sebagai wadah ma’rifah, tauhid dan tho’at.

Ia menjadi kufur disebabkan kesalahan pengajaran dari kedua orang tuanya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Setiap bayi yang dilahirkan dari ibunya, dijadikan dalam keadaan suci, menerima agama Islam. Akan tetapi, ayah ibunya yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”

Jadi, hati seorang mukmin (orang yang beriman kepada Allah), adalah tempatnya iman, ma’rifat dan tauhid. Ketiganya adalah perkara yang suci. Ketika hati itu dimasuki perkara yang kotor (najis), maka hilanglah kesuciannya. Maksudnya, ketika kekufuran atau kesyirikan masuk ke dalam hati, maka hilanglah iman, ma’rifat dan tauhid dalam hati seseorang.

Kufur itu artinya memusuhi perkara yang hak. Syirik artinya ada selain Allah yang dijadikan tujuan, dijadikan tempat bergantung, dan dicintai. Sebaliknya, Iman itu artinya hatinya menerima dhawuh (firman, perintah) Allah dan Rasulullah. Ma’rifat itu artinya hatinya selalu waspada (sadar). Sedangkan Tauhid itu artinya menjadikan Allah satu satunya tujuan, tidak ada selain Allah.

Dengan demikian, hati menjadi anggota tubuh yang paling mulia dibandingkan semua anggota tubuh yang lainnya. Bahkan dibandingkan dengan seluruh alam semesta. Karena Allah ta’ala berfirman : (QS. Al-Ahzab/33 : 72)

إِنَّا عَرَضْنَا اْلأَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا اْلِإنْسَانُ

Sesungguhnya Aku (Allah) telah menawarkan amanat (yakni agama Islam, tauhid dan ma’rifat) kepada tujuh langit dan bumi, juga gunung-gunung. Semuanya tidak mampu memikul amanatKu (semuanya takut untuk memikul amanat-Ku), dan Anak Adam siap (mampu) untuk membawa amanat itu”

Jadi (dari ayat di atas), hati manusia adalah tempat/ wadah yang memuat amanat Allah (tauhid dan ma’rifat). Dengan demikian, hati lebih mulia daripada langit, bumi, gunung-gunung. Demikianlah asal manusia.

Oleh karena itu, manusia (Anak cucu Adam) dimuliakan melebihi seluruh makhluk lainnya. Ia dinamakan khoirul bariyyah (sebaik-baik makhluk). Siapakah yang dimaksud ? Tentu saja manusia yang membawa, memuat amanat Allah (yakni hatinya berisi iman, tauhid dan ma’rifat). Dialah yang menjadi sebaik-baik makhluk.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : (QS. Al-Isra/17 : 70) :

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْ آدَمَ

“Sungguh Aku (Allah) telah memuliakan anak cucu Adam ‘Alaihish sholatu wassalam

Allah ta’ala juga berfirman :  (QS. Al-Hujurat/49 : 13) :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia adalah orang yang paling takwa (yakni mengikuti perintah dan menjauhi larangan)”

Jadi kemuliaan yang diberikan kepada anak Adam itu berdasarkan ketakwaan. Dan dasar dari ketakwaan adalah tauhid dan ma’rifat. Demikian itulah yang dinamakan Anak Adam. Jika ia tidak memiliki tauhid dan ma’rifat dan (sehingga) tidak bertakwa, maka manusia yang seperti ini diberi predikat syarrul bariyyah (seburuk buruknya makhluk).

Kemuliaan (manusia) Anak Cucu Adam itu sebab karena kemuliaan yang diberikan Allah kepada Nabi Adam ‘Alaihish Sholatu Wassalam. Maka kemuliaan bisa mereka miliki jika mereka mengikuti laku (sifat, keyakinan dan perbuatan) Nabi Adam. Karena sangat tidak patut orang mengaku-aku sebagai Anak Cucu Adam, tapi tidak mengikuti apa yang menjadi laku dari Nabi Adam (sifat, keyakinan dan perbuatan), yakni mengikuti perintah Allah untuk bertauhid dan ma’rifat.

Bahkan, jika manusia itu tidak bertauhid dan ma’rifat (seperti halnya ayah mereka yaitu Nabi Adam), maka ia “dihukumi” (dinilai) bukan manusia, tetapi seperti hewan. Sebagaimana firman Allah ta’ala : (QS. AL-A’raf/7 : 179)

أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ

Tetapi mereka (manusia) itu seperti hewan  (seperti kerbau sapi)”

Bahkan manusia yang tidak memiliki tauhid dihukumi najis. Sebagaimana firman Allah ta’ala : (QS. At-Taubah/9 : 28)

إِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ

“Sesungguhnya orang yang mempunyai i’tiqod (keyakinan) syirik adalah najis”.

Ketika seseorang telah dihukumi najis (sebab memiliki i’tiqod syirik, tidak memiliki tauhid dan ma’rifat), maka seluruh amalnya menjadi tidak sah. Jika ia berwudlu, maka wudlunya tidak sah. Jika ia shalat maka shalatnya pun tidak sah. Karena syaratnya ibadah itu harus suci, baik lahir maupun batin.

 

Wallahu A’lam
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Naswa,
Ahad Kliwon, 9 Jumadil Awal 1441 H / 5 januari 2020 M
Wawan Setiawan

 

2 Replies to “Manusia sebagai Makhluk Terbaik, Mengapa ?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *