Syaikh Ibnu Athaillah AsSakandari menjelaskan tentang pantangan, larangan bagi orang yang ingin meraih kebaikan. Beliau berkata :
Barangsiapa yang ingin mendapatkan kebaikan, maka wajib baginya meninggalkan kedhaliman terhadap hamba-hamba Allah. Jangan sampai dia mendhalimi/ menganiaya orang lain.
Mengikuti Nabi haruslah aqwalan wa af’alan (ucapan dan perbuatan). Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tidak pernah mendholimi orang lain. Maka siapa yang mengikuti Kanjeng Nabi, jangan mendholimi, menganiaya orang lain.
Allah menamakan diri-Nya sebagai Dzat yang tidak akan berbuat dhalim : QS. Ali Imran/2 : 182
وَأَنَّ اللهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيْدِ
Dan sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya.
Banyak orang yang menginginkan ridla Allah, tapi dibarengi mendhalimi hamba-hamba Allah. Hal yang sering saya (Gus Mus) jadikan contoh adalah, orang yang ingin mencium hajar aswad, tapi dengan “nyikut, mendorong” jamaah haji di kanan kirinya. Padahal orang yang disikutnya juga hamba Allah ta’ala. Dia sikut hamba hamba Allah, supaya mencium hajar Aswad. Dan (anehnya) dia merasa dengan mencium hajar aswad itu dia mendapat ridha Allah.
Pertanyaannya. Kira kira Allah senang (ridla) apa tidak? Hamba hambanya disikuti seperti itu?
Sederhananya begini, misalkan, kamu ingin menyenangkan saya (Gus Mus), tapi kamu menyakiti anak saya. Tidak mungkin saya senang / ridla kepadamu ?
Sekali lagi, barang siapa ingin mendapatkan kebaikan. Tidak boleh mendhalimi orang lain. Mendhalimi dalam hal apa?
- Kehormatannya, misalnya mengejek, membully, menjelek-jelekkan di depan umum
- Nasabnya / orang tua/ keturunan, misalnya mengatakan “dasar anak orang miskin !”
- Fisiknya dan lain lain.
Kalau seorang hamba itu selamat dari mendhalimi orang lain. Kalau sesama itu tidak saling mendhalimi satu sama lain. Pastilah semuanya bisa “tinggal landas / berangkat” menuju kedekatan dengan Allah. Meraih kebaikan dari sisi Allah ta’ala.
Tetapi hal itu tidak dapat terwujud karena mereka terhalang oleh kedhaliman terhadap sesama. Seperti orang yang banyak hutang. Ia tidak bisa diterima di sisi Allah selagi hutang-hutangnya belum beres.
Perumpamaan untuk hal itu adalah, jika kamu mendapat undangan khusus dari Raja untuk datang menghadapnya secara khusus. Tiba tiba ketika sedang berada di hadapan raja, datang seorang yang mencarimu karena ingin menagih hutang kepadamu, meskipun hutang itu jumlahnya sedikit, pasti terasa sempitlah diri kita dan malu di hadapan raja.
Maka bagaimana keadaan dirimu, jika pada hari kiamat nanti datang 100.000 orang, bahkan lebih banyak, yang mencarimu untuk menagih hutang yang bermacam macam.
Hutang karena kamu pernah mengambil harta secara dholim, hutang berupa karena pernah menuduh dan merendahkan kehormatan dan sebagainya. Jika demikian yang terjadi bagaimana keadaanmu ?
Wallahu A’lam
Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin
Dari Pengajian Kitab Tajul ‘Arus yang diasuh oleh KH. Musthafa Bisri
Kertanegara, Senin Wage, 10 Desember 2018 M/ 2 Rabi’ul Akhir 1440 H
Wawan Setiawan
One Reply to “Pantangan Jika Ingin Meraih Kebaikan”