Bagian Kelima tentang Hujroh (mendiamkan) dalam Kitab At-Tibyan yang Menjelaskan Larangan Memutuskan Silaturahim, Kekerabatan dan Persaudaraan
Bismillahir rahmaanir rahiim
(تنبيه) المراد بالهجرة أن يهجر أخاه المسلم فوق ثلاثة أيام لغير غرض شرعي، وبالتدابر الإعراض عن المسلم، بأن يلقاه فيعرض عنه بوجهه، وبالتشاحن تغير القلوب المؤدي إلى أحد ذينك وتأذيها ويصدق عليه حينئذ أنه قطع وصلة رحمه أفاده العلامة ابن حجر رحمه الله تعالى في الزواجر.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan hujrah adalah mendiamkan saudaranya sesama muslim lebih dari tiga hari tanpa adanya tujuan syar’i (tujuan yang dibenarkan agama).
Dan yang dimaksud dengan tadaabur adalah berpaling (mlengos) dari saudaranya sesama muslim, yakni ketika bertemu ia memalingkan wajahnya dari saudaranya (sesama muslim) itu.
Sedangkan yang dimaksud dengan tasyaahun[1] adalah berubahnya hati kepada orang lain yang menyebabkan (terlihatnya) aib (orang tersebut) dan sakit hati (kepadanya). Ketiganya (hujroh, tadabur dan tasyahun) termasuk hal hal yang merusak silaturahim. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu ta’ala dalam kitab Az-Zawajir.
وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلّ الهجر فوق ثلاثة أيام، فَإِن التقيا فسلم أحدهما اشتركا في الأجر، وإن لم يَرد برئ هذا من الإثم وباء به الآخَر وأحسبه قال : {وإن ماتا وهما متهاجران لا يجتمعان في الجنَة}. رواه الطبراني في الأوسط.
Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tidak halal hujroh melebihi 3 hari. Jika keduanya (dua orang yang saling mendiamkan) bertemu dan salah satunya mengucap salam (lalu dijawab), maka keduanya mendapat ganjaran. Jika tidak dijawab, maka dia (yang mengucap salam) telah bebas dari dosa, sedangkan yang lainnya (yang tidak menjawab salam) menanggung dosanya”.
Dan bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Jika keduanya mati masih dalam keadaan bermusuhan, maka Allah tidak akan mengumpulkannya di syurga”. HR. Ath-Thabrani dalam Al-Awsath.
وعن ابن مسعود رضي الله عنه موقوفا بسند جيد : لاَ يَتَهَاجَرُ الرَجُلاَنِ قَدْ دَخَلاَ فِيْ الإِسْلاَمِ، إلاَّ خَرَجَ أَحَدُهُمَا مِنْهُ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى مَاخَرَجَ مِنْهُ. وَرُجُوْعُهُ أَنْ يَأتِيَهُ فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ.
Dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anh berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tidaklah dua orang muslim saling mendiamkan saudaranya, kecuali salah satunya (benar benar) telah keluar dari Islam, sehingga dia rujuk (kembali, tidak hujroh/ mendiamkan). Rujuk itu dengan cara menemui dan mengucap salam kepadanya.
وروى البزار بسند صحيح أنه صلى الله عليه وسلم قال : لو أن رجلين دخلا في الإسلام فاهتجرا لكان أحدهما خارجا من الإسلام حتى يرجع} يعنى الظالم منهما.
AlBazzar meriwayatkan dengan sanad yang shahih, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Jika dua orang telah masuk Islam, kemudian saling mendiamkan, maka salah satunya (yang melakukan kedhaliman di antara mereka berdua) telah keluar dari Islam sehingga dia rujuk (kembali tidak mendiamkan).
(فائدة) قال العلامة ابن حجر رحمه الله في الزواجر : الأشبه أن هجر المسلم فوق ثلاثة أيام كبيرة لما فيه من التقاطع والإيذاء والفساد. ويستثنى من تحريم الهجر مسائل ذكرها الأئمة، وحاصلها أنه متى عاد إلى صلاح دين الهاجر والمهجور جاز، وإلاّ فلا” إهـ.
Penjelasan :
Berkata Al-‘Allamah Ibnu Hajar Rahimahullah dalam kitab Zawajir : mendiamkan lebih dari tiga hari adalah dosa besar karenal lebih menyerupai pemutusan silaturahmi, menyakiti hati dan menimbulkan kerusakan.
Pengharaman hajru/ hujroh (mendiamkan) itu dikecualikan dalam masalah masalah yang telah disebutkan oleh para ulama. Yakni, ketika mendiamkan itu ditujukan untuk perbaikan agama bagi orang yang mendiamkan dan orang yang diiamkan, maka hukumnya boleh. Tetapi jika tidak (ditujukan untuk perbaikan agama bagi keduanya) maka tidak boleh.
قلت (اي المؤلف العلامة الشيخ محمد هاشم أشعري عفا الله عنه و عن والديه و عن مشايخه وجميع المسلمين) وقد رأيت بعيني أن الهجر الواقع بيننا في هذا الزمان لايعود إلى صلاح دين الهاجر ولا المهجور ولا إلى دنياهما، بل يعود إلى فسادهما كما لا يخفى على المتأمل المنصف فهو من الكبائر لما فيه من فساد الدين والدنيا والتحاسد والتباغض. والله أعلم.
Aku berkata (maksudnya penulis Kitab ini, yakni, Al-‘Allamah Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, semoga Allah mengampuni beliau, kedua orang tua beliau, guru guru beliau dan seluruh muslimin) :
Sungguh sungguh aku telah melihat dengan mata kepalaku sendiri, bahwa Hajru (mendiamkan) yang terjadi di antara kita pada masa sekarang tidaklah ditujukan pada perbaikan agama baik untuk haajir (orang yang mendiamkan), maupun untuk mahjuur (orang yang didiamkan), bukan pula untuk perbaikan urusan dunia mereka berdua.
Bahkan tindakan hajru (mendiamkan) yang terjadi ini menuju kepada kerusakan mereka berdua. Hal itu sangat jelas bagi orang yang mau merenungkan dan menginsafi.
Maka tindakan hajru (mendiamkan) itu termasuk dalam dosa besar, karena di dalamnya ada kerusakan agama, kerusakan dunia, saling hasud dan saling membenci.
Catatan :
- Larangan (dan termasuk dalam memutuskan) silaturahmi adalah : Hujroh (mendiamkan), tadabur (mlengos) dan tasyaahun (hati yang dipenuhi kebencian)
- Kedua orang yang mendiamkan terus mendapat dosa sampai kembali saling menyapa.
- Hujroh diselesaikan dengan menemui dan mengucap salam, jika salah satunya tidak menjawab (salam) maka ia menanggung dosanya sedang satunya telah bebas.
- Hajru (mendiamkan) termasuk dalam dosa besar karena merusak agama, merusak dunia, saling hasud dan benci
Wallahu A’lam
Alhamdulillahi robbil ‘aalamin
Kertanegara, Selasa Pahing, 22 Januari 2019 M/ 16 Jumadil Awwal 1440 H
Wawan Setiawan
Jangan lupa baca bagian sebelumnya di https://www.mqnaswa.id/pengajian-kitab-hadratusy-syaikh-hasyim-asyari-at-tibyan-4/
[1] Tasyaahun : Saling amarah dan bermusuhan, memenuhi hati dengan dendam/dengki dan ketidak sukaan.
One Reply to “Kitab Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari : At-Tibyan (5)”