Virus adalah termasuk dalam golongan makhluk Allah yang tidak terlihat (gaib) dan merusak (setan). Ini Penjelasannnya.
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Makhluk Allah sangat banyak dan tidak terhitung. Ada yang di bumi ada yang di langit. Ada yang berwujud manusia, hewan, tumbuhan, jamad (batuan), ada pula jin dan malaikat. Ada yang tampak, ada yang tidak tampak. Semuanya adalah makhluk Allah. Semuanya dalam “pemeliharaan dan pengawasan” Robbul ‘Alamin.
Termasuk virus. Virus adalah salah satu makhluk Allah yang sangat lembut. Sehingga membutuhkan alat bantu khusus bagi kita untuk dapat melihatnya. Namun tidak bagi Allah. Semuanya tampak jelas di hadapan Dzat yang Maha Mengetahui.
Di antara tataran makhluk-makhluk Allah yang “gaib” (tidak tampak oleh mata manusia pada umumnya), kita mengenal istilah setan. Namun seringkali, atau bisa dikatakan, mayoritas kita membayangkan setan adalah suatu sosok, yang menyeramkan, punya wajah demikian, punya taring demikian, rambut demikian, dan sebagainya. Apakah demikian itu benar ? Wallahu A’lam.
Namun, ahli tafsir menyatakan, bahwa virus ini termasuk dalam “golongan” setan. Berikut penjelasannya.
Setan berasal dari bahasa Arab “شَيْطَان”. Kata ini berakar dari kata “شَطَن” (syathana) yang berarti jauh atau “شَاط” (syaatha) yang artinya bathil atau terbakar. Secara umum kata “syaithan” dipahami para ulama sebagai “semua yang membangkang dan mengajak kepada kedurhakaan”, baik dari jenis jin dan manusia.
Baca Kisah unik : Jin yang Menculik Gadis dan Jin yang Mendorong Motor di https://www.mqnaswa.id/jin-yang-menculik-gadis-dan-jin-yang-mendorong-motor/
Memang, berdasarkan QS. An-Nas, setan itu terdiri dari 2 jenis, yakni setan dari jenis Jin, dan setan dari jenis manusia.
مِنْ شَرَّ الْوَسْوَاسِ اْلخَنَّاسِ. الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ . مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ
dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. dari (golongan) jin dan manusia.
Pada ayat di atas, baik Jin maupun manusia dapat “dikatakan setan”, jika keduanya memiliki sifat “membisikkan/ mengajak” pada kejahatan. Jadi setan di sini adalah suatu sifat. Wujudnya tetap manusia, tetapi ketika ia membisikan kejahatan, maka ia “sedang menjadi setan”.
Hal ini dikonfirmasi oleh QS. Al-Baqarah/2 pada kisah Nabi Adam ‘Alaihis salam. Pada ayat 34 dikatakan, bahwa yang menolak sujud kepada Nabi Adam adalah Iblis :
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوْا لِآدَمَ فَسَجَدُوْا إِلَّا إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Dari ayat di atas, jelas dikatkan bahwa, yang menolak perintah Allah untuk bersujud adalah Iblis laknatullah ‘alaih. Iblis adalah termasuk golongan Jin (Lihat QS. Al-Kahfi/18 : 50)[1]
Jadi, sekali lagi, menurut paparan ini, setan “tidak punya wujud sendiri”, melainkan Jin atau manusia yang “sedang kambuh” sifat membangkangnya, atau mengajak orang lain pada kecelakaan dan kebinasaan. Itulah setan.
Namun ternyata, terdapat pula ayat yang bermakna lain, misalnya QS. Ash-Shaffat/37 : 65 :
إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيْمِ . طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُؤُوْسُ الشَّيَاطِيْنِ
Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka Jahim. Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.
Setan pada ayat itu adalah gambaran untuk sebuah pohon di neraka. Makna setan di situ adalah jenis ular yang berbau busuk dan berwajah sangat jelek. Atau tumbuhan “ru-ususy syayathin”, yakni tumbuhan yang busuk, buruk dan berbahaya. Jadi setan, sampai di sini pengertian setan menjadi lebih luas. Bisa Jin, Manusia, atau selainnya yang berkarakter buruk, membahayakan atau mendorong kepada keburukan/ kejahatan.
Bagaimana dengan virus ?
Dari penjelasan di atas kita melangkah satu langkah lagi pada QS. Shad/38 : 41 :
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوْبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّيْ مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayub ketika ia menyeru Tuhannya; “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”
Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa setan itu bisa pula berupa penyakit atau wabah atau kita katakan virus dan sebagainya.
Jika kita menerima pemahaman ini, maka kita dapat membaca hadits berikut dengan “kaca mata” yang sama :
فَاطْبِخُوْا شَرَابَكُمْ حَتَّى يَذْهَبَ مِنْهُ نَصِيْبُ الشَّيْطَانَ
“Masaklah minuman kalian agar bagian setan hilang darinya”
Tentu yang dimaksud di sini bukan setan dari jenis Jin, tapi setan yang berupa penyakit seperti kuman-kuman dan virus. Jadi makna haditsnya “masaklah minuman kalian agar bersih dari kuman-kuman/ virus virus yang jahat/ membahayakan/ berdampak buruk bagi kalian”, karena setan adalah kata yang menggambarkan “keburukan, kemadlaratan, kejahatan, penyakit”.
Kita sudah sampai pada kesimpulan akhir bahwa :
Setan itu ada yang dari jenis Jin, ada pula dari jenis manusia. Keduanya dihimpun dalam sifat dan karakter yang sama, yakni menyebarluaskan kedurhakaan dan kerusakan di muka bumi ini, mengacaukan dan mengajak kepada kebinasaan.
Kemudian, dari bagian terakhir (di atas) kita luaskan lagi maknanaya menjadi : Apa pun, selain jin dan manusia, (seperti bakteri, kuman, virus) yang mengakibatkan keburukan, penyakit, atau sesuatu yang tidak menyenangkan, dapat juga dinamai setan.
Menjadi masuk akal bagi kita, ketika ada seorang anak mengalami panas. Di bawa ke “Kyai” atau “dukun/ orang pintar”. Kata dukun atau orang pintanya : “ada yang megang atau ini disentuh kena setan”. Lalu dikasih air jampi, sembuhlah si anak itu. Ada pula anak yang mengalami panas. Di bawa ke dokter, kata dokter “ini kena bakteri atau virus”. Diberi obat. Sembuh juga anak itu.
Dalam pandangan batin “orang pintar / dukun”, penyakitnya si anak “terlihat” sebagai gelombang atau suatu “energi negatif” yang kemudian ia namakan “dipegang setan”. Sedangkan dalam pandangan dokter, penyakit si anak itu terlihat sebagai suatu makhluk tidak terlihat mata biasa yang kemudian dinamakan “kuman atau virus”.
Keduanya memberi obat yang berbeda, tapi seringkali semuanya sembuh, seringkali semuanya tidak ada pengaruh apa apa, alias tidak menyembuhkan. Karena hakikat kesembuhan itu memang milik Allah Rabbul ‘alamin. Dialah dzat yang maha mencipta dan memelihara seluruh alam semesta, yang besar yang kecil, yang tampak maupun yang gaib. Semuanya dalam penguasaan Allah ta’ala.
Penangkalnya
Dengan itulah kita sebagai mukmin harus memiliki keyakinan yang kuat, bahwasanya semua obat, jamu, semua bacaan dzikir atau do’a “hanya” semata ikhtiar (bentuk usaha) untuk mendapatkan kesembuhan. Sedangkan yang menyembuhkan hanya Allah saja satu, tidak ada yang lain. Kenapa harus ikhtiar ? Karena Allah yang memerintah agar kita ikhtiar. Jadi ketika kita ikhtiar, baik nantinya sembuh atau belum, itu sudah merupakan ibadah tersendiri.
Ketika “peradaban kesehatan” sudah sedemikian maju, kita sering terperosok pada jurang dengan tidak sadar. Jurang apa? Jurang keyakinan yang salah fatal, yakni kita meyakini bahwa obat lah yang menyembuhkan kita. Kita tertutup dari keyakinan paling mendasar, bahwa tidak ada yang terjadi di atas alam ini, kecuali karena izin dan kehendak Allah semata.
Lalu bagaimana sebaiknya sikap kita?.
Kita harus menaati, berusaha menghilangkan bahaya virus itu secara “medis”. Karena ilmu medis pun adalah anugerah Allah yang sangat besar kepada kita. Kita harus mensyukurinya dengan cara memanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan. Kita taati semua anjuran medis secara sungguh-sungguh. Dari obat, sampai menjaga kebersihan dan stamina tubuh.
Namun jangan lupa, awali semuanya dengan permohonan kepada Allah ta’ala. Karena Dia lah yang menentukan segalanya. Menentukan apakah virus itu akan berbahaya atau tidak. Menentukan apakah virus itu bisa masuk ke dalam diri kita atau tidak. Jika masuk apakah akan merusak atau justeru mati sendiri. Kita tidak tahu hal semacam itu sama sekali. Itu adalah mutlak wilayah kekuasaan sang Maha Pencipta.
Di antara penangkal yang diajarkan guru kita, agar kita baca dalam menghadapi hal semacam ini, adalah dengan membaca “ta’awudz” :
أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Aku berlindung kepada Allah atau aku minta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.
Kelihatannya “sangat sederhana”, tapi jika kita telah memahami pengertian setan seperti paparan di atas, maka ketika membacanya kita bisa menghayati maknanya secara lebih luas dan lebih dalam. Dan harus kita faham, bahwa yang menentukan bukanlah “dahsyatnya” suatu bacaan, tapi yang kita lihat adalah kepada siapa kita minta dilindungi ? kepada Allah. Dialah yang menguasai semua makhluknya dan menentukan segalanya.
Ta’awudz ini dibaca sebanyak 111 X. Bisa dibaca di awal pagi. Bisa dicicil setelah shalat lima waktu sehingga sehari mencapai 111 X. Bisa pula selepas shalat tahajjud. Yang terbaik tentu saja dibaca selesai shalat 5 waktu dan setiap kita akan mulai sesuatu, khususnya yang berhubungan dengan “setan-setan” dari jenis virus semacam ini.
Semoga Allah melindungi kita semuanya dari bahaya setan, dari semua jenisnya. Allah melanggengkan hidayah, maunah-Nya untuk kita semua, sehat wal afiat, selamat di dunia sampai akhirat. Amiin amiin,,,
Wallahu A’lam
Alhamdulillahi robbil ‘aalamin
Kertanegara, MQ. Naswa
Selasa Kliwon, 17 Maret 2020 M / 22 Rajab 1441 H
Wawan Setiawan
وإذ قلنا للملائكة اسجدوا لآدم فسجدوا إلا إبليس كان من الجن ففسق عن أمر ربه
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya