Wanita Penyapu Masjid adalah satu kisah keindahan akhlak Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan perhatian beliau kepada sahabatnya, dengan perhatian yang ikhlas dan tulus.
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Di waktu shubuh yang penuh berkah, saat udara segar berhembus memasuki masjid, tampak para sahabat duduk dengan rapi dalam barisan shaf, dengan tubuh tenang, seakan diatas kepala mereka bertengger seekor burung. Di mihrab tampak sesosok manusia yang lemah lembut, duduk menghadap ke arah mereka, dengan wajah yang berseri-seri. Keindahan sinar wajahnya membuat cemburu purnama. Selepas dzikir, terdengar suara yang lembut dan halus menyapa mereka dengan penuh cinta, “Apakah diantara kalian ada yang sakit sehingga aku dapat menjenguknya? Apakah diantara kalian ada yang meninggal dunia? Sehingga aku dapat mengantarkan jenazahnya? Apakah diantara kalian semalam ada yang bermimpi sesuatu dan mau menceritakannya kepada kami?” Demikianlah keseharian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya. Penuh cinta, lemah lembut dan perhatian.
Suatu ketika, seorang wanita yang biasa menyapu dan membersihkan masjid tidak tampak. Ketidak hadiran wanita tersebut mengundang tanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun segera menanyakan keadaan wanita itu kepada para sahabat.
“Jika demikian, maka antarkan aku ke makamnya.”
Bersama para sahabat, saat itu juga beliau berangkat menuju makam wanita itu. Sesampainya di sana, beliau melakukan melalukan shalat jenazah tepat di makamnya bersama para sahabat dan mendoakannya secara khusus.
Dalam kisah diatas kita dapat melihat kepekaan, kepedulian dan kasih sayang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya. Sebuah sifat yang mulai luntur dari jiwa umat Islam. Saat ini banyak orang yang tidak menghiraukan orang-orang yang berada di sekitarnya. Lain halnya dengan baginda Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap orang tidak luput dari perhatian beliau. Setiap orang bahkan merasa yang paling beliau cintai. Setiap orang merasa sangat dekat dengan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melupakan jasa sahabatnya, bahkan jasa orang kafir sekalipun. Setiap orang beliau beri penghargaan sesuai dengan perannya. Kisah diatas merupakan salah satu contohnya. Wanita itu hanyalah seorang penyapu masjid, yang dalam kehidupan keseharian kita saat ini seringkali dipandang sebelah mata, kurang dihargai dan bahkan dipandang remeh. Lain halnya dengan baginda Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika melihat ketidak hadiran wanita itu, beliau segera mencari tahu apa penyebabnya. Dan ketika mengetahui bahwa ia telah meninggal dunia, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak tinggal diam. Beliau segera bangkit dari tempat duduknya, bergegas ke makam wanita itu, menshalatkan dan mendoakannya secara khusus. Ini adalah sebuah penghargaan yang tiada tara baginya. Sungguh beruntung wanita itu, karena ia dikunjungi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan didoakan secara langsung dihadapannya. Seandainya saat itu beliau hanya duduk dan mendoakannya dari jauh, maka itu juga sudah merupakan sebuah penghormatan yang luar biasa baginya. Akan tetapi, tidak demikian yang dilakukan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dewasa ini manusia seringkali menilai seseorang dari pekerjaanya dan bukan dari ruh pekerjaan itu sendiri. Orang-orang yang membaktikan hidupnya untuk memakmurkan masjid dan sejenisnya, seperti orang-orang yang bekerja sebagai petugas pembersih masjid, muazin, guru baca Al-Quran, dan lain sebagainya, kurang mendapat penghargaan. Padahal, dalam pandangan Allah, itu merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Bagaimana tidak? Membersihkan rumah Allah, suatu yang paling dicintai Allah di muka bumi ini. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللّٰهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِِلَى اللّٰهِ أَسْوَاقُهَا
“Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar.” (HR Muslim)
Seorang muslim jangan berkecil hati lantaran pekerjaan yang ia lakukan tampak remeh. Sebagai seorang muslim, seyogyanya ia berjuang dijalan Allah sesuai kemampuan dan keahlian yang ia miliki. Walau hanya menjadi tenaga pembersih masjid, penyaji makan dan minuman untuk majelis ilmu dan sejenisnya, janganlah ia berkacil hati. Sebab, Allah akan memberikan pahala sesuai dengan niatnya.
Kisah diatas mengajarkan kepada umat islam untuk tidak memandang rendah seseorang lantaran status sosialnya, karena bisa jadi dalam pandangan Allah, orang itu jauh lebih mulia darinya. Betapa banyak pembantu yang lebih mulia dari tuannya. Sedangkan orang yang memandang segala sesuatu dengan kacamata duniawi bersikap sebaliknya, maka ia pun seringkali tertipu.
Dalam kisah diatas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan agar umat islam tidak membeda-bedakan orang yang meninggal dunia diantara mereka. Lihatlah, bagaimana akhlak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam diatas ketika seorang wanita penyapu masjid, yang tidak dikenal oleh banyak orang, meninggal dunia dna telah dimakamkan, maka beliau segera mengunjungi wanita itu di makamnya menshalatkan dan mendoakannya secara langsung. Sayangnya, dewasa ini, ketika seorang miskin meninggal dunia, sedikit yang melayat, menshalatkan dan mengatakan jenazahnya. Sedangkan jika orang kaya meninggal dunia, berbondong-bondong masyarakat melayat, menshalatkan dan mengantarkan jenazahnya. Jika tidak ikut melayat, mereka merasa malu kepada teman-temanya. Mengapa kita malu kepada manusia dan tidak malu kepada Allah? Mengapa kita tidak berusaha untuk menshalatkanya karena mengharap pahala Allah dan bukannya karena merasa tidak pantas dan lain sebagainya?.
Baca juga kisah Nabi terhadap sahabat perempuan miskin yang menghadiahkan semangkuk bubur pada Nabi di : https://www.mqnaswa.id/kisah-bubur-bariroh-dan-indahnya-akhlak-rasulullah/