Ziarah Makam Nabi merupakan sebab mendapat ampunan dan kasih sayang Allah ta’ala, berdasarkan QS. An-Nisa/4 : 64.
Pengajian Kitab Durorus Saniyah fi Roddi ‘alal Wahabiyah Ke-1
Bismillaahir rahamaanir rahiim
PENJELASAN HUKUM ZIARAH MAKAM NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya ziarah ke kubur/ makam Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa alihi Wasallam adalah hal yang disyari’atkan, diperintahkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, serta ijma’ (kesepakatan) umat Islam.
Adapun dalil dari Al-Qur’an (berkaitan dengan hal ini) adalah firman Allah ta’ala :
ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جآؤوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما
“Sesungguhnya, ketika mereka menganiaya diri mereka sendiri, lalu mereka datang kepadamu (Muhammad), maka (kemudian) mereka meminta ampun kepada Allah (di hadapanmu), dan engkaupun memintakan ampun (kepada Allah) untuk mereka, pasti mereka akan menemukan Allah Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa/4 : 64)
Ayat ini mendorong umat Islam agar mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa alihi Wasallam, beristighfar (memohon ampun kepada Allah) di sisi Nabi sehingga Nabi pun ber-istighfar (memintakan ampun) untuk mereka (yang datang). Hal ini tidaklah terputus oleh kematian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa alihi Wasallam.
Selain itu, ayat ini juga menunjukkan kaitan erat antara sifat Allah yang Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang dengan kedatangan mereka kepada Rasul. (Ayat ini secara jelas menghubungkan kedatangan mereka ke hadapan Rasul, permohonan ampun mereka kepada Allah, dan permohonan ampun dari Rasul untuk mereka).
Permohonan ampun dari Rasulullah ini berlaku untuk seluruh orang yang beriman, sebagaimana firman Allah ta’ala :
واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (QS. Muhammad/47 : 19)
Disebutkan dalam Shahih Muslim, bahwasanya sebagian sahabat memahami ayat ini dengan makna tersebut (yakni makna QS. An-Nisa : 64 di atas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memintakan ampun untuk umatnya).
Maka (dari kedua ayat tersebut difahami), jika seseorang datang kepada Rasul, lalu ia meminta ampun kepada Allah ta’ala di sisi Rasul, maka (lengkaplah) terkumpul tiga hal yang menjadi persyaratan penerimaan taubat dan turunnya kasih sayang Allah ta’ala kepadanya. (Tiga hal tersebut adalah : datang kepada Rasul, meminta ampun kepada Allah di sisi Rasul, dan Rasul meminta ampun kepada Allah untuk orang tersebut. Karena sebagaimana QS. Muhammad, bahwasanya Rasul memintakan ampun untuk umatnya yang datang kepadanya).
Demikian pula dalam hadits-hadits yang akan kami sebutkan selanjutnya, terdapat petunjuk yang menyatakan bahwa permohonan ampun Rasulullah (untuk umatnya) itu tidak terbatas ketika beliau masih hidup.
(Dikuatkan lagi dengan) kesempurnaan sifat belas kasih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (yang kita ketahui bersama), beliau pasti tidak akan membiarkan sia sia orang yang datang kepada beliau guna memohon ampun kepada Allah ta’ala di sisi beliau.
Meskipun ayat di atas, (QS. An-Nisa/4 : 64) turun berkenaan dengan kaum tertentu dan terjadi ketika Rasul masih hidup, namun (ayat ini difahami dengan) “umumis sabab” : ke-umum-an sebab. (Maksudnya, meskipun ayat ini turun berkaitan dengan orang tertentu, tapi dimaknai secara umum, siapa saja). Yakni, siapa saja yang mencakup 3 hal tersebut (datang kepada Rasul, memohon ampun kepada Allah di sisi Rasul, dan Rasul memohon ampun untuk mereka, baik ketika Rasul masih hidup maupun setelah beliau wafat).
Demikian para ulama memahami ayat ini. Bahkan mereka menganjurkan setiap orang yang menziarahi makam Nabi untuk membaca ayat di atas, seraya memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Para ulama juga memandang ayat ini sebagai bagian dari adab/ tata krama yang sunah dibaca ketika berziarah ke makam Nabi. Demikian pula para penulis kitab tentang Manasik Haji dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali), selalu menyebutkan adab ini (yakni membaca ayat ini ketika menziarahi makam Rasul) dalam kitab kitab mereka.
Di samping itu, ayat di atas (QS. An-Nisa/4 : 64) juga tidak menunjukkan adanya perbedaan antara orang yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan cara melakukan perjalanan yang jauh, dan yang datang kepada beliau tanpa melalui perjalanan jauh. Karena ayat di atas berbunyi “jaa-uuka” (mereka datang kepadamu), menunjukkan hal yang bersifat umum (yang penting datang kepada Rasul, tidak ada batas perjalanan pendek atau jauh).
Dikuatkan lagi, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ومن يهاجر في سبيل الله يجد في الأرض مراغما كثيرا وسعة ومن يخرج من بيته مهاجرا إلى الله ورسوله ثم يدركه الموت فقد وقع أجره على الله وكان الله غفورا رحيما
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah”. (QS. An-Nisa/4 : 100).
Tidak diragukan lagi, bahkan orang yang ilmunya paling sedikit sekalipun, akan mengerti bahwa orang yang berkunjung kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berarti dia melakukan hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pernyataan ini berdasarkan hadits-hadits yang menyatakan bahwa, berkunjung/ berziarah kepada Rasulullah setelah beliau wafat sama halnya berkunjung kepada beliau semasa hidupnya. Sedangkan berkunjung kepada Rasul semasa beliau hidup jelas tercakup dalam ayat tersebut. (Maka ziarah kepada Rasul setelah wafat pun, tercakup dalam ayat tersebut). Dikuatkan dengan hadits-hadits yang akan kami paparkan berikutnya.
Wallahu A’lam.
Alhamdulillaahi robbil ‘alamin.
Kertanegara, MQ Naswa, Ahad, 29 Agustus 2021 M
Baca juga Dalil ziarah makam Nabi di : https://www.mqnaswa.id/ziarah-ke-makam-rasulullah-saw/