Apakah Para Nabi Beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ?

2 min read

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang datang terakhir, tetapi menjadi pemimpin dari seluruh Nabi dan Rasul. Bahkan seluruh utusan Allah dan umatnya beriman kepadanya.

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Semalam, saya bacakan kitab Syarah Ratibul Haddad untuk teman teman santri.  Ada sebuah kalimat yang menarik berbunyi :

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ، وَوَاجِبٌ الْإِيْمَنُ بِهٖ عَلى الْأَوَّلِ وَالْأٰخِرِ

Aku meyakini, sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah hamba dan utusanNya. Wajib untuk beriman kepadanya, atas (seluruh manusia dari) awal sampai akhir.

 

Penjelasan kalimat ‘Abduhu (hambaNya).

Nabi itu paling senang dipanggil dengan sebutan hamba, kawula. Kalau kita ya “budak” atau “pembantu”. Nabi ditawari untuk dipanggil “raja” seperti beberapa Nabi yang lain. Tapi beliau memilihi sebutan “hamba” saja.

عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مرفوعاً بلفظ « جَلَسَ جِبْرِيلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ، فَإِذَا مَلَكٌ يَنْزِلُ ، فَقَالَ جِبْرِيلُ : إِنَّ هَذَا الْمَلَكَ مَا نَزَلَ مُنْذُ يَوْمِ خُلِقَ ، قَبْلَ السَّاعَةِ، فَلَمَّا نَزَلَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ ، أَرْسَلَنِي إِلَيْكَ رَبُّكَ ، أَفَمَلِكًا نَبِيًّا يَجْعَلُكَ، أَوْ عَبْدًا رَسُولًا ؟ قَالَ جِبْرِيلُ: تَوَاضَعْ لِرَبِّكَ يَا مُحَمَّدُ . قَالَ: ” بَلْ عَبْدًا رَسُولًا » .

Diriwayatkan dari bin Qo’qo’ dari Abi Zur’ah dari Abu Hurairah secara marfu’ :

“Malaikat Jibril ‘Alaihis salam duduk bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka ia melihat ke arah langit. Tiba tiba seorang malaikat turun (ke hadan mereka berdua). Malaikat Jibril berkata, “Sesungguhnya malaikat ini tidak pernah turun sejak diciptakan, sebelum waktunya kiamat. Tetapi ia sekarang turun”. Malaikat itu berkata, “Wahai Muhammad, Alllah Tuhanmu telah mengutus aku kepadamu, untuk bertanya, “Apakah Allah akan menjadikanmu raja dan nabi atau hamba dan utusanNya?

Malaikat Jibril berkata, “tawdlu’lah pada Tuhanmu wahai Muhammad”. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Aku menjadi hamba dan RasulNya saja”.

Mengapa Nabi memilih menjadi hamba dan Rasul, tidak memilih menjadi raja, ini ada penjelasan tersendiri yang berkaitan dengan Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam, insya Allah.

Baca kisah Nabi Sulaiman di : https://www.mqnaswa.id/air-keabadian-untuk-nabi-sulaiman/

atau di https://islam.nu.or.id/post/read/110222/kisah-nabi-sulaiman-dan-semut-yang-berdoa-minta-hujan

 

Dalam hadits di atas, paling tidak ada dua poin akhlak yang diambil.

Pertama, dalam salah satu redaksi hadits dikatakan, ketika Nabi mau menjawab, nabi menengok ke arah malaikat Jibirl, memberi isyarat untuk bertimbang. Lalu malaikat Jibril memberi saran agar beliau tawadlu’ (merendah) kepada Allah.

Dari sini kita fahami, betapa tingginya akhlak tawadlu, kerendahhatian Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia meminta pertimbangan kepada Jibril, padahal beliau lebih mulia dari Jibril. Tapi ia menghargai, memuliakan Jibril yang menjadi “utusan” Allah untuk menjadi pembimbingnya.

Kedua, Allah telah menetapkan bahwa Nabi akan memilih sebagai “hamba”, dan memang itu lebih disukai Nabi (sebagaimana akan dijelaskan pada bagian lain, insya Allah). Hal ini dapat terlihat dalam ayat ayat Al-Qur’an. Tidak ada panggilan Raja untuk Kanjeng Nabi, beliau dipanggil dengan panggilan “hamba”.

سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا

Maha suci Allah, Dzat yang memperjalankan HAMBA-NYA di waktu malam, yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perjalanan Isra’ Mi’raj

 

Penjelasan kalimat Wajib untuk beriman kepadanya, atas (seluruh manusia dari) awal sampai akhir.

Muncul pertanyaan, apakah Nabi Nabi terdahulu mengenal dan beriman kepada Nabi ? IYA.

Perhatikan Al-Qur’an Surat Ali Imran/3 : 81

وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيْثَاقَ النَّبِيِّيْنَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهٖ وَلَتَنْصُرُنَّهٗ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلٰى ذٰلِكُمْ إِصْرِيْ قَالُوْا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوْا وَأَنَا مَعَكُمْ مِّنَ الشَّاهِدِيْنَ

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.

 

Ulama berpendapat, perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang diambil Allah secara langsung dari para Nabi untuk percaya kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ulama mengatakan ini tergolong ayat yang “sangat dahsyat”. Mengapa? Pada ayat ini ada kalimat “Aku (Allah) menjadi saksi pula bersama kalian”. Betapa Allah meninggikan kedudukan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, di antara para kekasihNya yang menjadi Nabi dan Rasul.

Untuk memperjelas, kita sebutkan dua kisah saja.

Pertama, kisah Nabi Samuel (salah seorang Nabi Bani Israil) yang membaca Shalawat Jibril, berwasilah kepada Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mendapatkan kemenangan. Hingga Allah betul betul mewujudkannya untuk beliau. Selengkapnya baca di : https://www.mqnaswa.id/sholawat-jibril-kisah-karomahnya-dari-nabi-samuel/

Kisah kedua : Kisah Ya’fur

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki peliharaan seekor keledai. Keledai itu diberi nama Ya’fur. Demikianlah kebiasaan sang Nabi. Beliau suka memberi nama benda benda atau hewan yang dimilikinya. Keledai ini, suatu hari, berkisah kepada Nabi. Nabi tentu diberi mukjizat memahami hewan.

Ilustrasi Keledai Ya’fur

Keledai Ya’fur berkisah, “Wahai Rasulullah, aku mendapatkan kisah ini dari ayahku, ayahku mendapatkan kisah dari ayahnya, ayahnya mendapatkan dari ayahnya, teruus sampai kepada keledai yang bersama dengan Nabi Nuh ‘Alaihis salam. Ketika banjir bandang terjadi, ketika adzab Allah sangat menakutkan, menenggelamkan semua manusia. Di atas kapal, Nabi Nuh sering memeluk seekor keledai. Ketika umatnya (Nabi Nuh) bertanya, “Mengapa engkau sering memeluk keledai ini?”

Nabi Nuh menjawab, “Dari sulbi (tulang rusuk) keledai ini, kelak, akan lahir keledai yang menjadi tunggangan Sayidul Anbiya wal Mursalin, pemimpin para Nabi dan utusan. Hamba Allah dan Rasul yang paling mulia, paling dicintaiNya.

Ya’fur kemudian berkata, “Alhamdulillah, aku memuji dan bersyukur kepada Allah, akulah yang dipilih menjadi keledai itu”.

Alhamdulillah, Allah memiliki kita sebagai umat Kanjeng Nabi Muhammad Shallallhu ‘Alaihi Wasallam.

 

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin

Kertanegara, Senin Kliwon, 2 September 2019 M / 2 Muharram 1441 H

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *