Kyai Irfa’i : Menghayati Makna “Bi” Agar Lebih Bersyukur

2 min read

Kyai Irfa’i adalah seorang guru sufi, mursyid Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah. Beliau banyak menjelaskan hikmah hikmah dalam Al-Qur’an, inilah salah satunya.

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Dalam acara Haul ke-44 Hadratusy Syaikh Muhammad Nahrawi sekaligus Haul Birrul Walidain yang digelar pada hari Ahad, 30 Juni 2019 di Rubath Qoshrul ‘Arifin Plosokuning Jogjakarta, KHR. Muhammad Irfa’i memberikan penjelasan yang menarik dari QS. Lukman/31 : 14.

Kyai Irfa’i yang akrab disapa dengan sebutan Abah Irfa’i memang kerap memberikan penjelasan “yang lain” dari kandungan suatu ayat, sehingga kita bisa menangkap pesan ayat itu lebih dalam.

Baca Penjelasan Kyai Irfa’i tentang makna diam yang “lain dari pada biasanya” di https://www.mqnaswa.id/makna-diam-dalam-penjelasan-kh-irfai-nahrawi-qs/

Pada kesempatan Haul Mubarok tersebut, beliau menjelaskan ayat :

وَوَصَّيْنَا اْلِإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Dan Kami wasiatkan kepada manusia untuk mengenang kebersamaan mereka dengan kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan (menyusui kemudian) menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepadaKu lah kalian semua kembali. (QS. Lukman/31 : 14)

Oleh Kyai Irfa’i kata “biwaalidaihi” dimaknai “mengenang kebersamaan kita dengan kedua orang tua”.  Memang dalam ilmu Nahwu (gramatika / tata bahasa Arab) huruf “bi” memiliki banyak makna, diantaranya makna mushohabah (kebersamaan).

Beliau menjelaskan, Allah mewasiatkan kepada kita agar mengingat kenangan kenangan yang indah ketika kita bersama kedua orang tua kita. Yang paling tinggi dalam kebersamaan kita dengan mereka (terutaman ibu) adalah pertama, ketika kita dalam kandungan. Kemana pun ibu pergi, ke kamar mandi, duduk, berbaring, memasak, dan sebagainya, beliau selalu membawa kita. Ibu merasakan setiap gerak kita di dalam perutnya.

Kedua, ketika kita berada dalam masa penyusuan. Ketika gelisah dan menangis, kita menjadi tenang jika nempel dengan ibu.

Kita menjalani masa masa kebersamaan dengan orang tua, saudara sahabat. Masa masa yang membekas dalam kenangan kita, tergurat kuat dalam memori kita. Hal itu akan terus terkenang hingga masa masa selanjutnya.

Dengan mengingat kenangan kenangan indah seperti itu, itu akan memberi faidah yang banyak, diantaranya :

1. Lebih bersyukur kepada Allah dan berusaha menutup kekurangan dan aib. Mengenang kebaikan, jasa dan pemberian pengorbanan dari orang lain, terutama kedua orang tua, membuat kita bersyukur kepada Allah. Allah telah menggerakkan hati mereka. Juga berterima kasih kepada mereka, karena kenyataanya mereka lah perantara sampainya banyak kebaikan untuk kita.

Rasa syukur kepada Allah melahirkan perbaikan perbaikan dalam pengabdian kita kepadaNya. Dan rasa syukur kepada kedua orang tua  (atau keluarga, saudara dan orang lain) melahirkan keinginan untuk menjadi seseorang yang tidak “memalukan” mereka, bisa memberi rasa bangga kepada mereka, meneruskan amal saleh dan membalas kebaikan mereka, serta  mengangkat derajat mereka di dunia dan akhirat.

Inilah pesan yang terkandung dalam ayat “anisykur lii waliwaalidayka : hendaknya bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu”.

2. Ketika telah terpisah jarak yang jauh, atau usia yang semakin dewasa, apalagi jika kedua orang tua atau saudara dan sahabat itu telah tiada, maka akan tergurat kerinduan yang dalam. Kerinduan itu akan  membuat kita berharap / berdo’a agar kelak bisa bertemu lagi, berkumpul lagi bersama mereka dalam kehidupan yang abadi di akhirat nanti. Kehidupan yang bahagia selama lamanya dalam rahmat kasih sayang Allah ta’ala.

Inilah pesan yang terkandung dalam penutup ayatnya yang berbunyi, “ilayyal mashiir : kepadaKu lah kalian semua akan dikembalikan”.

Maka Kyai Irfa’i mengiringi penjelasan beliau dengan sebuah do’a, “Robbanaa ijma’naa jam’an marhuumaa, Ya Allah kelak gabungkan/ kumpulkan kami bersama beliau beliau ini dalam golongan Hamba hamba terkasihMu, yakni  para Nabi, shidiqin, syuhada dan para sholihin, menjadi pewaris surgaMu yang penuh kenikmatan”. Amiin,,, yaa mujiibas saa-iliin.

Wallahu A’lam

Alhamdulillaahi robbil ‘alamin

Kertanegara, Sabtu Pahing, 6 Juli 2019 M / 3 Dzulqo’dah 1440 H

Wawan Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *